Kanker: Peringatan Lembut dari Langit
Dewi Setiawati
Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar
Tahukah Anda apa itu kanker?
Kanker itu… seperti kantong kering yang menyerang di akhir bulan—membuat resah, gelisah, dan ingin rebahan saja. Tapi tentu saja, kanker yang akan kita bahas di sini bukan soal isi dompet, melainkan sesuatu yang jauh lebih serius, menyentuh, dan mengguncang hidup: penyakit kanker.
Data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2022 menunjukkan bahwa angka kejadian kanker di Indonesia mencapai 136 kasus per 100.000 penduduk, menempatkan Indonesia di peringkat ke-8 di Asia Tenggara. Dalam satu dekade terakhir, angka kejadian kanker meningkat sekitar 8,8% setiap tahun. Pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan gaya hidup modern menjadi penyumbang terbanyak.
Diagnosis kanker sering kali terasa seperti vonis menakutkan. Sebuah kata yang menyiratkan ketidakpastian, penderitaan, dan—yang paling menakutkan—kematian. Tak sedikit yang jatuh dalam putus asa ketika mendengarnya. Namun sebagai seorang penulis, saya melihatnya dari sudut pandang yang berbeda: bahwa penderita kanker adalah orang-orang yang sedang diberi kesempatan emas oleh Allah.
Kematian adalah pasti, namun waktu dan cara kepergian kerap menjadi misteri. Kanker, meski menyakitkan, seringkali menjadi jalan Allah memberi peringatan lembut: "Wahai hamba-Ku, bersiaplah." Dalam sakit yang panjang itu, seseorang diberi waktu untuk merenung, bertobat, meminta maaf, memaafkan, memperbaiki ibadah, dan menata hati untuk menghadap Sang Pencipta.
Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 185:
"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung..."
Syaikh Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Di antara tanda-tanda husnul khatimah adalah seseorang diberi taufik untuk bertaubat sebelum meninggal dunia.” Maka, penyakit berat seperti kanker bisa menjadi wasilah menuju akhir yang baik—asalkan diterima dengan sabar dan penuh harap.
Ada yang mati mendadak tanpa sempat bersujud terakhir. Tapi seorang penderita kanker punya waktu untuk memperbaiki wudhu, memperbanyak sujud, meluruskan niat, dan mengikhlaskan dunia. Inilah karunia yang jarang disadari: kesempatan mempersiapkan perjumpaan dengan Sang Kekasih, Allah Azza wa Jalla.
Maka, jangan selalu lihat kanker sebagai akhir dari hidup. Bisa jadi itu adalah awal dari kepulangan terbaik. Karena husnul khatimah bukan tentang kapan kita mati, tapi bagaimana kita menyongsongnya—dengan hati yang bersih, lisan yang berdzikir, dan jiwa yang siap pulang.