YANG DINANTI
Dewi Setiawati
Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi
Dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar
Sesuatu yang
sering disembunyikan.
Malu untuk
terdengarkan
Tabu untuk
disebutkan.
Sfingter ani
ditahan erat-erat, demi sopan santun.
Ia kerap
dianggap aib karena bau yang kurang nyaman.
Siapakah dia?
Padahal… di
waktu dan tempat yang tepat,
Ia justru jadi
pertanda yang sangat dinanti.
Siapa yang
menantikannya?
Pasien
pascaoperasi—dan tentu, tim medis yang merawatnya.
Hari ini, kami
melakukan visite pada seorang ibu yang baru saja menjalani operasi sesar
darurat.
Penyebabnya:
cephalopelvic disproportion—ukuran kepala bayi yang tak sebanding dengan
panggul sang ibu.
Pagi itu, ia
mengeluh dengan wajah lelah:
“Perut saya
kembung, Dok. Rasanya enggak enak banget…”
Perutnya tampak
menonjol, seperti hamil tujuh bulan lagi.
Skala nyerinya?
Lima dari sepuluh.
Saat saya
mengetuk perutnya (perkusi), terdengar suara kosong yang nyaring: hipertimpani.
Tanda khas—gas
menumpuk di dalam usus.
Rahimnya sudah
mulai berkontraksi dengan baik. Luka operasi aman. Tapi satu hal belum terjadi:
Ia belum kentut
sejak operasi, lebih dari 24 jam yang lalu.
Kedengarannya
sepele.
Tapi hanya yang
mengalaminya yang tahu:
Betapa
tersiksanya perut yang penuh gas, tapi tak bisa dikeluarkan.
Ya, setelah
operasi besar, usus sering ikut “tertidur”.
Geraknya
lambat, bahkan mogok sementara.
Butuh waktu—dan
kadang, perlu bantuan—agar kembali
aktif.
Agar bisa…
kentut (flatus: istilah medis)
Maka segera
kami berikan terapi untuk merangsang pergerakan usus.
Karena kentut
pascaoperasi bukan sekadar angin yang lewat.
Ia adalah
tanda.
Tanda bahwa
usus mulai bangun dari tidur panjangnya.
Tanda bahwa
tubuh mulai pulih dan kembali bekerja.
Ternyata,
kentut bukanlah aib.
Ia adalah
bagian dari fitrah.
Dan hari
ini, kentut menjadi sesuatu yang
ditunggu,
bukan cuma oleh
pasien—tapi juga oleh dokter.
Mengeluarkan
sesuatu dari tubuh—
kentut, buang
air kecil maupun besar, keringat, air mata, atau ASI bagi ibu menyusui—
semuanya adalah
cara tubuh membersihkan dan menyeimbangkan dirinya.
Begitu pula
dengan harta.
Ia juga perlu
dikeluarkan:
Lewat zakat,
infak, dan sedekah.
Allah Ta’ala
berfirman:
“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka,
dengan zakat
itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka…”
(QS. At-Taubah:
103)
Dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sedekah tidak
akan mengurangi harta.”
(HR. Muslim)
Maka jangan
malu saat kamu kentut.
Dan jangan
gengsi saat kamu bersedekah.
Keduanya adalah
bentuk pembersihan—bagi tubuh dan jiwa.
InsyaAllah,
Jika yang
semestinya keluar kita lepaskan dengan ikhlas,
Maka yang tertinggal akan menjadi berkah.