Diam-Diam, Tapi Nyata

Kisah Tentang Silent Pandemic

Ahad, 25 Mei 2025

Karlina Amir Tahir

Dosen Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan 

UIN Alauddin Makassar 

Ketika dunia belum lama berjuang melawan pandemi virus yang melanda, ada sebuah ancaman lain yang perlahan tapi pasti mengintai di balik layar. Ancaman ini sering disebut “silent pandemic”— sebuah krisis kesehatan yang tidak gaduh tapi sangat berbahaya. Ancaman itu adalah resistensi antibiotik.

Berbeda dengan pandemi virus Covid-19 yang cepat menyebar dan langsung terasa dampaknya, resistensi antibiotik berkembang perlahan, tanpa suara, tapi dengan dampak yang besar dan luas. Banyak orang tidak sadar bahwa penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa mempercepat munculnya bakteri “super” yang sulit diobati.

Kita hidup di zaman modern, dimana satu butir obat bisa membantu menyelamatkan nyawa. Salah satunya adalah antibiotik—obat yang bekerja mematikan bakteri penyebab penyakit. Namun sayangnya, apa yang dulu menjadi karunia besar, kini mulai berubah menjadi ancaman tersembunyi. Bukan karena obatnya yang salah, tetapi karena cara kita menggunakannya yang keliru.

Antibiotik tidak bisa bekerja melawan virus. Tapi masih banyak dari kita yang mengira, setiap demam, batuk, pilek, atau sakit tenggorokan perlu antibiotik. Kita lupa bertanya, lupa memastikan, dan sering hanya menuntut: “Tolong kasih yang cepat sembuh.”

Tanpa kita sadari, kebiasaan ini mengundang bencana jangka panjang: resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik terjadi saat bakteri menjadi kebal terhadap obat. Obat yang dulunya ampuh menjadi tidak berguna. Infeksi yang dulu bisa disembuhkan, kini tak mempan lagi. Dunia medis sedang menghadapi ini — diam-diam, tapi nyata.

Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa resistensi antimikroba telah menjadi ancaman besar, dengan data global pada tahun 2019 menunjukkan 1,2 juta kematian disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Lebih mengkhawatirkan lagi, sebuah studi memprediksi bahwa tanpa pengendalian yang efektif, akan ada 10 juta kematian per tahun pada 2050.

Ketika antibiotik tak lagi ampuh, hal-hal kecil bisa menjadi bahaya besar. Luka biasa bisa bernanah tak kunjung sembuh. Operasi ringan bisa berubah menjadi ancaman. Anak-anak dan orang tua yang daya tahannya lemah bisa terancam nyawanya hanya karena infeksi ringan.

Setiap kali kita:

membeli antibiotik tanpa resep,

berhenti minum antibiotik sebelum waktunya,

menyimpan sisa obat untuk nanti,

atau menggunakannya untuk penyakit yang tidak perlu,

maka kita bukan hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga orang lain. Kita mewariskan dunia dimana anak cucu kita mungkin tak bisa disembuhkan hanya karena obat yang kita salahgunakan hari ini.

 Islam sangat menekankan keseimbangan: menjaga diri, menjaga orang lain, dan tidak berlebih-lebihan.

“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka setelah itu benar-benar melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi” 

(QS Al Ma’idah : 32)

Menggunakan antibiotik tanpa resep dokter adalah bentuk tindakan yang membahayakan, yang bertentangan dengan prinsip Islam. Ini bukan hanya persoalan medis, ini juga persoalan etika dan iman.

Mari Kita Perbaiki Bersama

Jangan minta antibiotik jika dokter tidak meresepkan.

Habiskan antibiotik sesuai petunjuk, meskipun sudah merasa sehat.

Jangan berbagi antibiotik dengan siapa pun.

Edukasi keluarga dan orang sekitar dengan lembut.

Karena setiap langkah kecil yang benar, akan melindungi ribuan orang dari bahaya yang lebih besar.

                                                                                                                                                                                                                                          Mari kita jaga amanah ini. Untuk diri kita, anak-anak kita dan untuk sesama manusia.