UIN Online – Implementasi UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dinilai belum maksimal. Tak hanya itu, beberapa pasal juga dianggap rancu dan tidak sesuai dengan realitas di masyarakat. Selain itu, diperlukan kerjasama semua pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan seluruh elemen masyarakat untuk memajukan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam debat konstitusi yang diadakan Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar di Lecturee Theather (LT) Universitas, Sabtu (20/10/2012).
Debat yang diikuti 12 regu dari berbagai Perguruan tinggi itu berlangsung seru. Para peserta masing-masing Mahasiswa Jurusan Farmasi, Keperawatan, Kebidanan, dan Kesehatan Masyarakat dari UIN Alauddin Makassar, Juruan Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar (Unhas), serta Jurusan Analisis Kesehatan dan Pisioterapi dari Politekes Makassar.
Mereka umumnya mengaku masih mempertanyakan realisasi UU ini, karena dianggap tidak sesuai dengan realitas di masyarakat. Termasuk beberapa pasal yang masih rancu. Seperti yang diungkapkan salah satu peserta debat, Abdul Rijal. Mahasiswa Politekes ini berpendapat, kerancuan itu dapat dilihat pada pasal 75 tentang aborsi yang bertentangan antara ayat 1 dan 2.
“ Pasal 75 ayat 1 mengatakan setiap orang dilarang melakukan aborsi. Sementara pada ayat 2 justru memberi pengecualian. Ini kan rancu”, katanya.
Rijal menambahkan, pada pasal 15 menyebutkan, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Namun, kenyatannya masyarakat tidak mendapatkan yang demikian.
Senada dengan Rijal, Jabal Rahmat, Mahasiwa Jurusan Farmasi Unhas ini memandang implementasi UU kesehatan ini belum sepenuhnya terealisasi dengan baik. Ia mengatakan, implementasinya dapat dilihat pada tiga aspek yakni tenaga kesehatan sarana dan prasarana serta paien itu sendiri.
“ Dari segi sarana dan prasarana misalnya, dalam UU disebutkan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara merata. Tapi kenyataannya terdapat kesenjangan seperti yang terjadi di pedesaan”, ujar mahasiswa semester V itu.
Dalam debat ini juga terungkap bahwa hal yang paling penting diutamakan adalah usaha pelayanan kesehatan preventif. Yakni suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan atau penyakit. Tanpa melupakan pelayanan kesehatan lainnya seperti pelayanan kesehatan kuratif , promotif , rehabilitative, maupun pelayanan kesehatan tradisional. Dimana masing-masing cakupannya diatur dalam pasal 1 ayat 12 sampai 16 UU No 36 tahun 2009 itu.