Perjuangan Sperma Dan Kehidupan

  • 11:52 WITA
  • Admin_FKIK
  • Artikel

Perjuangan Sperma dan Kehidupan

Dewi Setiawati

Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Wirahusada Medical Centre

Dosen FKIK UIN Alauddin Makassar



Pernahkah Anda membayangkan, betapa sulitnya awal mula kehidupan manusia dimulai?


Sebagai Dokter spesialis kandungan yang mendampingi pasangan  suami istri dalam program kehamilan, saya sering ditanya,

“Dok, kenapa sperma suami perlu dibantu? Kenapa harus inseminasi buatan?”

Ini adalah pertanyaan yang sangat wajar.


Inseminasi buatan, atau Intrauterine Insemination (IUI), adalah proses medis untuk membantu sperma suami masuk ke dalam rahim istri, agar lebih dekat ke tempat sel telur berada. Prosedur ini sederhana, namun menyimpan makna perjuangan yang luar biasa. Angka keberhasilannya sekitar 15–20 persen per siklus, tergantung banyak faktor. Tapi ini lebih dari sekadar angka, ini adalah tentang harapan dan perjuangan.



Dalam satu kali ejakulasi, pria sehat mengeluarkan sekitar 200 hingga 300 juta sperma.

Di vagina, ratusan juta itu langsung berhadapan dengan lingkungan asam (pH 3,5–4,5) yang mematikan.

Hanya sekitar 1 juta sperma yang berhasil lolos dari zona ini.


Saat menuju leher rahim (serviks), mereka menghadapi penyaringan ketat dari lendir serviks. Jika lendir serviks tidak ramah, maka sperma pun sangat sulit untuk masuk ke dalam tahim.

Lalu naik ke cavum uteri (rahim), dengan tantangan kontraksi rahim dan kekebalan tubuh sang istri.


Saat memasuki tuba falopi, jumlahnya tersisa sekitar 200–300 sperma saja.

Dan dari semua itu, hanya satu sperma terbaik yang akan membuahi ovum.


Satu dari 300 juta.

99,9999% sisanya gugur di tengah jalan.


Sperma yang sehat ibarat prajurit tangguh: bergerak cepat, lurus, dan fokus menuju tujuan.


Tapi tidak semua seperti itu lho... 

Ada sperma yang malas bergerak (mager), ada yang seperti orang mabok yang hanya muter-muter tak tentu arah.

Ada  juga yang baru berenang beberapa langkah saja, lalu "pingsan" di jalan.

Ada juga yang bentuknya abnormal, misal kepalanya besar2 sehingga sulit untuk berjalan.... 


Jika kondisi sperma seperti ini, mustahil bisa mencapai sel telur.

Di sinilah inseminasi buatan hadir sebagai bentuk ikhtiar. Sperma terbaik dipilih dan dibantu masuk lebih dekat ke “istana” sang ratu—ovum.


Proses ilmiah ini bukan sekadar biologi. Ini adalah cerminan kebesaran Sang Pencipta.

“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani), lalu Dia membentuknya dan meniupkan ruh ke dalamnya...”

(QS. As-Sajdah: 8–9)


“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina? Lalu Kami letakkan ia dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai waktu yang ditentukan.”

(QS. Al-Mursalat: 20–22)


Subhanallah...

Dari air mani yang hina, Allah menciptakan makhluk yang mulia, manusia.


Sperma, makhluk mikroskopis tak kasat mata, harus melewati rintangan luar biasa demi satu tujuan: menggapai kehidupan.


Kalau sperma saja berjuang begitu keras…

Bagaimana dengan kita, manusia yang diberikan akal, hati, dan kehendak?


Sudahkah kita berjuang sekeras itu untuk cita-cita kita?

Ataukah kita menyerah lebih dulu, bahkan sebelum berusaha?


“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

(QS. Ar-Ra’d: 11)



Berjuanglah seperti satu sperma yang terus berenang, tak menyerah, dan akhirnya... membuahi kehidupan.

Kesuksesan buah dari doa yang dilangitkan dan usaha yang pantang menyerah.


Semoga bermanfaat