COUVADE SYNDROME

  • 06:31 WITA
  • Admin_FKIK
  • Artikel

COUVADE SYNDROME

Dewi Setiawati

Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan

Dosen FKIK UIN Alauddin Makassar


Sore itu di ruang praktik saya, sepasang suami istri muda masuk untuk memeriksakan kehamilannya.

Sang istri menyapa saya dengan ramah sambil menepuk perutnya yang sudah mulai nampak membuncit  Tapi bukan perut itu yang paling menarik perhatian saya.


Melainkan... perut sang suami.

Lebih besar. Lebih berisi. wajahnya, pucat, seperti baru opname di rumah sakit. Aku merasa geli, dalam hati.


Saya tersenyum, lalu memulai konsultasi.

“Bagaimana Bu dengan kehamilannya? Ada keluhan? Mual? Ngidam?” tanyaku... 


Sang istri menjawab santai,

“Alhamdulillah tidak, Dok. Saya sehat-sehat saja. Alhamdulillah saya tidak mengalami semua itu. Nafsu makan saya juga baik"


Tiba-tiba, sang suami mengangkat tangan pelan. Dengan suara lirih dan wajah memelas, dia berkata:

“Dok… sampai kapan saya menderita begini?”


Saya terdiam sejenak. Sedikit bingung.

“Maaf… siapa yang hamil, ya?”


Sang istri langsung tertawa.

“Dok, saya tidak mual, tidak ngidam. Tapi dia… hampir tiap malam minta mangga muda. Saya yang harus keluar cari, Dok! Tengah malam!”

“Belum lagi tiap hari mengeluh punggung sakit. Kalau saya diam, dia marah. Harus dielus2 punggungnya.  Kalau saya ajak ke dokter, dia malah bilang malu.”


Ruang praktik langsung dipenuhi tawa. Sang suami hanya nyengir sambil elus-elus perutnya😀


Saya pun menjelaskan sambil tersenyum,

“Pak, selamat. Anda mengalami Couvade Syndrome. Alias: suami yang ikut ‘hamil’ secara emosional dan fisik.”


Apa Itu Couvade Syndrome?


Ini adalah kondisi di mana suami mengalami gejala-gejala fisik maupun emosional yang mirip dengan kehamilan.

Mulai dari mual, muntah, nyeri punggung, ngidam, berat badan naik, sampai moody dan mudah menangis saat nonton drama.


Tenang. Ini bukan penyakit. Ini justru tanda bahwa suami sangat terhubung emosional dengan kehamilan istri.


Di beberapa negara seperti Thailand, China, dan Polandia, lebih dari 60% pria mengalaminya.


Sebuah studi di Kanada menemukan bahwa suami yang terlibat aktif selama kehamilan istri mengalami penurunan hormon testosteron dan peningkatan hormon prolaktin – hormon yang sama yang memicu empati dan perasaan keibuan!


Meski belum ada data pasri di Indonesia, namun pengalaman klinis lumayan cukup sering terjadi.


Jika suami Anda mendadak ngidam bakso jam 10 malam, atau tiba-tiba nangis waktu nonton drakor, jangan heran. Itu bukan drama, tapi itu cinta yang sedang bertransformasi. 


Kehamilan memang terjadi di tubuh istri.

Tapi dalam hati dan pikiran, kadang, suami pun ikut "hamil". Semacam simpati suami kepada istri yang dicintainya.


Dan di ruang praktik kami, kisah-kisah seperti inilah yang menjadi bumbu lucu sekaligus pengingat bahwa cinta dalam kehamilan itu bukan hanya tentang janin… tapi juga tentang perjalanan perjuangan bersama sebagai pasangan,  ibu dan  ayah.


Sekarang, coba cek suami Anda.... apakah turut mengalaminya?😁

---